Thursday 15 March 2012

PENANDAAN WARNA PIPA


 Pedoman K-3 tentang  :

PENANDAAN WARNA PIPA

Ø Untuk memudahkan mengenal bahan yang dialirkan pada pipa Gas / pipa bahan baku cair / pipa limbah serta menghindari keragu raguan atau kekeliruan dalam penggunaannya, maka setiap pipa diberi warna yang berbeda dan harus diberi tanda pengenal berupa tulisan dan arah aliran yang jelas.

Ø Adapun pembedaan warna pada pipa sebagai berikut.
( Basic colors for pipeline identification, BS 1710 )

Material
Warna dasar Pipa
Nomer Cat
Air Baku ( Raw Water )
Hijau Tua
Emco No 64

Air Demin ( Demin Water )
Hijau Muda
Emco No 105

Air Hydrant ( Hydrant Air )
Merah
Emco No 78

Air Limbah ( Waste Water )
Putih
Emco

Cairan NaOH
Ungu
Emco No 77

Cairan HCl
Jingga ( Papaya )
Emco No 116

Cairan IDO
Coklat abu-abu
Emco No 44

Cairan Solar
Coklat Tua
Emco No 84

Udara Tekan ( Compressed Air )
Biru
Emco No 88

N2 Gas / Gas tidak mudah terbakar
Kuning
Emco No 118

Vaccum
Abu – abu
Emco No 32

Uap air ( Steam )
Allumuniun Silver
Avian


Ø Adapun tanda pengenal tulisan dengan contoh sebagai berikut.


 
Keterangan : Warna Dasar MERAH TUA
                    Warna Tulisan PUTIH

Setiap karyawan / rekanan / tamu wajib untuk senantiasa mengenal, memahami agar terhindar dari salah penggunaan serta usaha pencegahan bahaya atau kecelakaan .

TEKNIK PERPIPAAN


Pendahuluan

Pipeline Engineering  atau bisa di indonesiasikan dengan Teknik Perpipaan merupakan bidang keahlian baru yang sebenarnya sudah lama. Pada jaman pertengahan abad ini, pemilihan pipa sebagai satu alternatif pendistribusian minyak & gas merupakan suatu keputusan yang tidak populer dilakukan. Hal ini dapat dimengerti, karena, ketika itu, pengangkutan minyak/gas bumi dengan menggunakan mobil tangki ataupun kapal tanker lebih mudah dan murah untuk dilakukan. Mudah karena company cukup menyewa mobil tangki ataupun kapal tanker, murah karena menyewa lebih murah dibandingkan dengan membangun sebuah pipeline yang harganya tentu sangat mahal (engineering, procurement, and construction cost). Oleh karena itu, ilmu teknik perpipaan tidaklah mempunyai sejarah yang cukup panjang apabila dibandingkan dengan teknik mesin misalnya. Teknik perpipaan berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan pembuatan jaringan pipa sebagai alternatif pendistrbusian minyak dan gas bumi.

Lambat laun pipeline merupakan suatu alternatif yang menarik. Isu keselamatan, keamanan dan lingkungan hidup ikut memacu berkembangnya industri perpipaan.Tidak seperti sistem transportasi yang lain yang lebih kasat mata,  pipeline beroperasi dengan diam dan tak disadari kehadirannya oleh masyarakat. Seperti sistem sikulasi tubuh, pipeline tidak terlihat tetapi merupakan jaringan distribusi yang vital dan merupakan salah satu faktor penting dalam revolusi teknologi minyak dan gas bumi. Apabila minyak dan gas merupakan “darah” industri, maka pipeline akan menjadi “urat nadi” dan penghubung yang penting antara penyedia dan pengguna energi. Ketika sistem pendistribusian lain “memindahkan” minyak & gas bumi dalam proses pendistribusiannya dengan menggunakan kapal tanker ataupun truk tangki, pipeline adalah sebuah struktur yang memanfaatkan tekanan dan kompresi untuk mentransportasikan minyak & gas. Sehingga, tidaklah heran apabila tingkat keamanan pipeline ini sangat tinggi dibandingkan penggunaan sistem transportasi lainnya.

Akibat kemajuan teknologi yang begitu pesat, pembangunan pipeline tidak lagi merupakan sebuah pemborosan. Untuk design lifetime yang panjang, memiliki sebuah pipeline tentu sebuah investasi yang menguntungkan dibandingkan dengan menyewa kapal tanker. Tetapi tentu kita tidak bisa mengharapkan untuk membangun pipa dari LNG Tangguh ke Fujian China untuk menjual gas bumi, perlu dilakukan kelayakan pembangunan pipa yang didalamnya terkait dengan disiplin-disiplin ilmu lain yang dapat berkonstribusi secara positif.

Apa saja tentang pipeline engineering?

Secara simple dan sedikit berguyon, orang sering mengatakan pekerjaan pipeline engineer itu sangatlah mudah: kepanjangan ya dipotong, kependekkan ya di sambung. Tetapi “peribahasa” diatas tidaklah terlalu salah.

Pipeline engineering secara letak terbagi menjadi 2 bagian besar, offshore dan onshore pipeline. Setiap bagian memiliki keunikan sendiri-sendiri. Onshore pipeline mungkin sudah lebih dahulu berkembang. Pemasangan pipa air PDAM, dan atau pemasangan kabel listrik tentu sedikit banyak mirip dengan pemasangan pipa minyak & gas. Selain itu, lokasi sumur produksi yang lebih dahulu di temukan di daratan juga ikut memacu berkembangnya onshore pipeline. Pembangunan jalan raya yang notobene memiliki keserupaan alat-alat berat juga memberikan ide tentang bagaimana menginstalasikan sebuah pipa.

Lain halnya dengan offshore pipeline, pembangunan pipa di bawah laut sangat tergantung dari kondisi lingkungan laut yang serba tidak pasti. Arus dan gelombang air laut merupakan faktor utama desain. Ditambah dengan bentuk permukaan dasar laut yang kerap berubah karena air laut juga sangat krusial. Masih ingat masalah pipa pagerungan-nya BP/Pertamina? Konon katanya masalah ini terjadi karena perubahan bentuk permukaan dasar laut sehingga membahayakan keutuhan pipa. Metocean data yang akurat, sifat2 tanah, pengetahuan sifat gelombang air laut, merupakan kunci penting dalam mendesain sebuah pipa di laut lepas. Dalam proses desain tersebut, juga perlu diperhatikan metode penginstalasian yang dipilih. Ketersediaan barge di area, kemampuan teknologi, dan ketersediaan dana yang merupakan masalah klise karena semua teknologi untuk meng-instalasikan pipa di laut lepas sangatlah mahal.

Pendidikan pipeline engineering


Teknik perpipaan di industri minyak dan gas sendiri sepertinya tidak begitu diketahui oleh para praktisinya. Cukup banyak engineer yang bertanya perbedaan antara pipeline dan piping, mechanical dan pipeline, ataupun tubing dengan pipeline. Hal ini berkembang karena kemiripan nama dan daerah “operasi” antara bidang keahlian diatas. Juga sistem pendidikan kita di perguruan tinggi yang turut berkontribusi ketidak jelasan antara bidang keahlian tersebut. Kalau bidang keahlian mekanikal ada jurusan teknik mesin, sipil ada teknik sipil, proses ada teknik kimia, material ada teknik material, reservoir ada teknik perminyakan. Maka tidak mudah untuk mengetahui latar belakang pendidikan apa yang cocok untuk menjadi seorang pipeline engineer.

Menurut seorang panelis pada seminar “Material Science in Oil & Gas Industry” yang diselenggarakan oleh Teknik Material ITB di Bandung 2001, pipeline engineering adalah sebuah persilangan antara mechanical dan civil engineering. Penulis juga dapat sepenuhnya setuju dengan pendapat seperti ini. Hal ini dapat diindikasikan dengan melihat kurikulum pendidikan pipeline engineering di UK dan USA. Pada kebanyakan universitas di Inggris (UCL London, Newcastle University, & Cranfield University), pipeline engineering adalah sebuah pilihan yang berada pada departemen teknik mesin. Tetapi yang terjadi di Amerika (Texas ATM, California University, MIT) adalah kebalikannya, pilihan pipeline engineering ini lebih banyak berada di bawah Depatemen Teknik Sipil. Tetapi kalau kita melihat silabus mata kuliah pada kedua universitas -yang berbeda negeri itu- dapatlah dikatakan sama. Hal ini mencerminkan bahwa belum ada kesamaan pandangan tentang pipeline engineering tersebut walaupun yang dipelajarinya sudah jelas atau sama.

Sementara yang terjadi di Indonesia juga belumlah secara explisit diketahui. Yang penulis tahu pada Jurusan Teknik Mesin ITB ada sebuah mata kuliah pilihan yang mempelajari ASME B318. Tetapi hanya khusus mempelajari standard tersebut saja. Yang menjadi perhatian penulis adalah sangatlah rancu adanya apabila kita sebagai sebuah negara “archipelago” yang memiliki banyak anjungan lepas pantai tetapi tidak mempunyai sumber daya untuk dapat menjadi pemimpin dalam industri pipeline. Yang selama ini terjadi adalah kita meng-import para expert untuk menjadi konsultan paling mahal dalam sebuah proyek. Sehingga wacana untuk menghadirkan sebuah pendidikan yang spesifik mengenai pipeline engineering dapatlah menjadi sebuah wacana yang menarik untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri.

Sunday 11 March 2012

TEKNIK PENGUKURAN GETARAN DAN KEBISINGAN DI KAPAL

-->
TEKNIK PENGUKURAN GETARAN DAN KEBISINGAN DI KAPAL
A.    Teknik Pengukuran Getaran di Kapal
Teknik pengukuran getaran pada kapal erat kaitannya dengan simstem permesinan di dalam kapal. Kinerja mesin yang terjadi secara kontinyu menyebabkan tingkat getatran timbul di dalam kapal. Maka terdapat metode-metode yang berkaitan untuk mengukur tingkat getaran yang terjadi di dalam kapal. Pengukuran getaran di kapal nantinya merupakan bagian dari perencanaan redaman untuk mengurangi tingkat getaran yang tidak di butuhkan oleh kapal atau bahkan merugikan bagi kapal itu sendiri. Efek dari getaran yang tidak beraturan akan menimbulkan kebisingan yang berhubungan dengan keselamatan kerja. Untuk kebisingan efek yang terjadi pada anggota badan yaitu telinga.
Berikut adalah metode pengukuran getaran.
Metode Impact
Teknik pengukuran jenis ini digunakan untuk menentukan frekuensi alami dari materi struktur dan peralatan tertentu. Biasanya digunakan untuk melakukan pengecekan pada perancangan plat, panel dan penegar pada bagunan atas dan dinding tangki di area kamar mesin sebelum kapal selesai dikerjakan secara total. Jika terdapat indikasi adanya frekuensi natural yang berbahaya dari propeller dan main engine, perubahan pada waktu ini masih murah untuk galangan kapal.
Struktur alat biasanya di bagian atasnya terdapat dua sampai delapan accelerometer yang telah di pasang sebelum di beri magnet dengan tangan. Di pukul secara tidak berirama dengan palu, palu tersebut dipasangi bantalan karet pada permukaan pukulnya dan terdapat peralatan tambahan berupa accelerometers untuk pengukuran benturan paksa (berat palu telah diketahui). Sebagai hasilnya, komponen mendapatkan local deflect dan bergetar pada frekuensi naturalnya. Melekat dengan transfer function, dan secara terus menerus dimonitor pada FFT anlyser, menandai ketika pengukuran bisa dihentikan.
Electronic System
Pada umumnya, pengukuran getaran terutama lebih disukai menggunakan suatu sistem electronik yang menghasilkan suatu rekaman yang bersifat permanen. Alat Transducers memungkinkan untuk menghasilkan sinyal yang proporsional atau sebanding untuk akselerasi, percepatan atau pergantian jarak (displacement). Perekam pada sistem elektronik ini dapat di buat baik dari magnetic tape, kertas osilograf, atau di dalam format digital (computer).
Penggunaan kertas osilograf selema pengetesan getaran dimaksudkan agar jejak getaran bisa diperiksa secara langsung dan hal tersebut akan sangat menolong dalam mengevaluasi getaran yang ada. Ketika displacement dari pada percepatan dan akselerasi direkam, sinyal frekuensi rendah yang diinginkan berhubungan dengan gerakan suatu getaran yang penting adalah komponen utama yang harus direkam. Lalu, rekaman siap di evaluasi sejak dibawah kemungkinan frekuensi tinggi dengan amplitudo displacement yang rendah. Perlengkapan harus tersedia untuk pengendalian sistem yang sesuai guna mengakomodasi range amplitudo yang lebar.
Transducers dapat digunakan sesuai dengan media yang diukur getarannya. Adapun berbagai macam tipe dari transducers itu sendiri adalah sebagai berikut : 
1)  Transducer dengan ikatan baut pada permukaan uji dengan menggunakan ulir
2)  Transducer dengan ikatan semen pada permukaan uji
3)  Transducer dengan ikatan lapisan lilin
4)  Transducer dengan magnet permanen dilekatkan pada permukaan ferromagnetic.
5)  Transducer dipasang pada keranjang pada permukaan yang diuji
6)  Transducer di pegang langsung dengan tangan terhadap permukaan uji.    
Vibration Analyzer
Suatu alternatif dengan biaya yang cukup murah dalam pemantauan secara kontinu sinyal getaran adalah dengan mengambil data getaran dari mesin pada interval waktu rutin melalui alat vibration analyzer genggam yang dapat menampilkan output analisa getaran langsung ditempat seperti (nilai puncak, filter, RMS dan lainnya) dan spektrum FFT. Alat genggam ini dilengkapi dengan sebuah accelerometer vibration pick-up, sehingga teknisi pemeliharaan dapat secara aman menyentuh bagian yang akan dipantau pada tiap mesin dalam pemeriksaan rutin seperti ilustrasi pada gambar berikut.






Gambar 2. Ilustrasi Vibration Analyzer portabel dan data logger
Kondisi-kondisi dalam pengukuran
Pengetesan getaran di kapal disituasikan di bawah kondisi yang telah disetujui oleh galanagn dan pemilik kapal. Berikut adalah kondisi-kondisi yang pada umumnya dilakuakan pengukuran getaran.
Kondisi Lingkungan
  1. Keadaan Laut
Pengetesan harus dikondisikan pada keadaan laut tidak lebih dari persyaratan di bawah sejauh bisa dipraktekkan :
Sea state 1 untuk perahu kecil
Sea state 2 untuk kapal kecil (<10.000 ton)
Sea state 3 untuk kapal besar (>10.000 ton)
  1. Kedalaman Air
Pengetesan harus dilakukan tidak kurang dari 5 kali tinggi sarat kapal, dengan mesin yang berjalan pada kondisi normal. Jika kapal beroperasi pada air dangkal, kedalaman selama pengetesan bisa dianggap sebagai kondisi kedalaman normal.


Kondisi bermuatan
Kapal diballasting sampai pada displacement dan trim mungkin seperti pada kondisi operasi normal dengan kapasitas ballasting yang biasa dari kapal. Sarat kapal bagian belakang harus dipastikan bahwa propeller benar-benar tenggelam.
Kondisi berjalan kapal
Test harus dikondisikan pada kondisi berjalan berikut :
-          Free route run
Kondisi dimana kapal berjalan pada kecepatan konstan dan berjalan biasa atau penyesuaian kemudi.
-          Manuver
Test juga dikondisikan pada manuver-manuver berikut :
·       Hard turn port
·       Hard turn starboard
·       Crashback

B.     Teknik Pengukuran Kebisingan di Kapal
Di dalam kapal selain getaran, tingkat kebisingan juga di ukur. Hal ini merupakan salah satu cara untuk meminimalisir kebisingan yang terjadi di dalam kapal terutama ruang kerja dan ruang akomodasi. Sumber kebisingan adalah tempat utama yang harus dilakukan pengukuran kebisingan. Dari sumber kebisingan kemudian menuju ke tempat yang paling dekat dengan sumber kebisingan. Kemudian di lanjutkan ke tempat dengan tingkat kebisingan minimal.
Sleeping area merupakan tempat yang harus mempunyai tingkat kebisingan tidak boleh lebih dari 60 dB menurut aturan dari IMO. Hal ini disebabkan karena di sleeping area awak kapal tidak boleh mendengarkan suara bising yang dapat mengganggu waktu istirahat mereka. Jika kebisingan merambat ke dalam sleeping area maka di perlukan sebuah redaman suara untuk mengurangi tingkat kebisingan didalam sleeping area tersebut. Jika tidak dilakukan maka keselamatan kesehatan awak kapal akan terganggu dan dapat merusak kesehatan mereka atau cacat permanen seperti tuli.
Metode pengukuran tingkat kebisingan cukup sederhana yaitu menggunakan sound level meter. Penggunaan alat ini cukup mudah karena alat ini cukup peka terhadap suara yang ada disekitarnya. Satuan yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan adalah desibel (dB). Bentuknya yang simple bisa dipergunakan kapan saja dan dimana saja. Jadi ketika kita memakai alat ini untuk mengukur kebisingan dapat kita lihat hasilnya di monitor dari alat tersebut.














Gambar 3. Sound Level Meter