Tuesday 5 March 2013

UJI BAHAN: IMPACT TEST atau UJI TUMBUK


Beberapa peralatan pada otomotif dan transmisi serta bagian-bagian pada kereta api, akan mengalami suatu beban kejutan dalam operasinya. Maka dari itu ketahanan suatu material terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material tersebut perlu diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1
  
Gambar 2.1 Mesin uji impact
Bandul yang mempunyai ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi yang diserap oleh spesimen.









                   

       Gambar 2.2 Sketsa perhitungan energi impact teoritis




Besarnya energi impact (joule) dapat dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan besarya energi impact dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Eo = W.ho……………………………………………………………………(2.1)
E1 = W.h1……………………………………………………………………(2.2)
∆E = Eo - E1
        = W (ho- h1)……………………………………………………………..(2.3)
dari gambar 4.2 didapatkan ho = ℓ - ℓcos α
                                                         = ℓ (1 - cos α)………………....………(2.4)
                                                     h1 = ℓ - ℓcos β
                                                         = ℓ (1 - cos β)…………………...…….(2.5)
dengan subtitusi persamaan 4.4 dan 4.5 pada 4.3 di dapatkan :
∆E = W ℓ( cos β - cos α )………………………………………………..…(2.6)
        dimana Eo = Energi awal  (J)
                     E1 = Energi akhir (J)
                     W = Berat bandul (N)
                     ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
                     h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
                      ℓ = panjang lengan bandul (m)
                      α = sudut awal (o)
                      β = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is) maka energi impact tersebut harus dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
                  Is = ∆E/A
                     = W ℓ( cos β - cos α )……………………………………………….…(2.7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang peranan yang amat berpengaruh terhadap kekuatan impact. Adanya takikan pada kerja yang salah seperti diskotinuitas pada pengelasan, atau korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration). Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle (getas), sehingga patah pada beban di bawah yield strength.


Ada tiga macam bentuk takikan pada pengujian impact yakni takikan V, U dan key hole sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.3  di bawah ini.






                                             

Gambar 2.3 Jenis takikan pada spesimen uji impact 
Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan sebagai brittle (getas) atau  ductile (ulet). Suatu material yang mengalami kepatahan tanpa mengalami deformasi plastis dikatakan patah secara brittle. Sedangkan apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan mengalami ductile Fracture. Material yang mengalami brittle Fracture hanya mampu menahan energi yang kecil saja sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan permukaan kedua jenis patahan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4


                                                 


Gambar 2.4 Pola patahan pada penampang specimen uji impact






2.4  Metode Pengujian Impact
Metode pengujian impact dibedakan menjadi 2 yaitu Metode Charpy dan Metode Izod
a)  Metode Charpy 
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.5 a spesimen diletakkan mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak takikan (notch) tepat ditengah dengan arah pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.






Gambar 2.5 Metode pengujian charpy dan izod

b)  Metode izod
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.5 b spesimen dijepit pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan takikan. Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris.

2.5 Temperatur Transisi
Kemampuan suatu material untuk menahan energi impact sangat dipengaruhi oleh temperatur kerja. Pengaruh temperatur terhadap kekuatan impact setiap jenis material berbeda-beda. Baja karbon merupakan salah satu contoh logam yang kekuatan impactnya turun drastis bila berada pada temperatur yang sangat dingin (-49,90 C). Sebaliknya aluminium adalah contoh logam yang masih mempunyai kekuatan impact yang cukup tinggi pada temperatur yang sangat dingin tersebut.
      Pada umumnya kenaikan temperatur akan meningkatkan kekuatan impact logam,
sedangkan penurunan temperatur akan menurunkan kekuatan impactnya. Diantara kedua kekuatan impact yang ekstrim tersebut ada suatu titik temperatur yang merupakan transisi dari kedua titik ekstrim tersebut yakni suatu temperatur yang menunjukkan perubahan sifat material dari ductile menjadi brittle. Titik temperatur tersebut disebut ‘temperatur transisi’ (gambar 2.6) 
Gambar 2.6 Temperatur Transisi
Apabila temperatur operasi dari suatu peralatan berada dibawah temperatur transisi dari material yang digunakan, maka adanya crack pada material fracture akan menyebabkan kerusakan pada peralatan, sedangkan apabila temperatur operasi terendah masih diatas temperatur transisi dari material, maka brittle fracture bukan merupakan masalah.

2.6  Material
a. Spesimen uji impact untuk temperatur panas (1 buah)
 b. Spesimen uji impact untuk temperatur kamar (1 buah)
c. Spesimen uji impact untuk temperatur dingin (1 buah).







2.7  Peralatan

1.      Mesin Uji Impact
2.      Cooling Chamber
3.      Thermo couple
4.      Kompor listrik dan panci
5.      Stopwatch
6.      Jangka sorong
7.      Amplas
8.      Stamping
9.      Tang

2.8  Langkah Kerja
A.  Menyiapkan Spesimen
           1. Amplas dari  bekas-bekas machining pada spesimen yang  memungkinkan  menyebabkan salah ukur dikikir.
          2. Langkah tersebut untuk seluruh spesimen.
        B.  Kodifikasi
           Stamping diambil dan tiap spesimen ditandai dengan kode D,R,P
·         Digit  menunjukkan temperature kerja :
  D = temperatur dingin (-49,9oC)
  R  = temperatur ruangan (23,50C)
   P = temperatur panas (86,40C)
            C.  Pengukuran Dimensi
·         1.  specimen diambil dan diukur dimensinya.
·         2.  kode spesimen dan data pengukurannya dicatat pada lembar kerja.
·         3. Pengukuran diulangi untuk semua spesimen.
   D.  Pengkondisian Spesimen Pada Temperatur Kerja
a).   Temperatur panas
1. Masukkan air ke dalam panci dan letakkan panci diatas kompor listrik yang  telah  dinyalakan .                                                                                                       
2. Tunggu sampai air mendidih dan masukkan  spesimen berkode P ke dalam  panci dan tunggu ±5 menit.
3. Ukur temperatur air sesaat sebelum spesimen diambil untuk diuji impact, kemudian dicatat pada lembar kerja.
          b).  Temperatur dingin (-49,90C)
1. Cooling Chamber dinyalakan dan disetting pada temperatur – 49,90 C untuk percobaan dingin.
2. Menunggu sampai penunjuk temperatur menunjukkan angka –49,90 C. spesimen yang berkode 1 dimasukkan ke dalam Cooling Chamber sampai ± 5 menit
3. Suhu dicatat pada lembar kerja, temperatur sesaat sebelum spesimen diambil untuk  diuji impact
c)      Temperatur kamar
Untuk temperatur kamar, spesimen berkode R  bisa langsung diuji.
     E.  Pengujian pada Mesin Uji Impact
1.      Data mesin dicatat pada lembar kerja.
2.      Bandul ditempatkan pada posisi awal untuk pengujian.
3.      Jarum penunjuk diatur pada posisi 0.
4.      Spesimen diambil dan diletakkan pada tempatnya secara tepat dan cepat, terutama untuk kondisi panas dan dingin.
5.      Posisi tangan kanan pada pin pengunci beban dan tangan kiri pada rem.
6.      Pin pengunci beban ditekan, sehingga bandul meluncur menimpa spesimen.
7.      Rem ditekan ketika bandul hendak mengayun untuk yang kedua kalinya.
8.      Mengamati dan mencatat besarnya sudut dan besarnya energi yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk.
9.       Langkah tersebut diulangi untuk seluruh spesimen.
    
  F.  Menentukan Panjang Lengan Bandul
1.       Bandul diangkat sehingga membentuk sudut 100 dari garis tegak.
2.      Bandul dilepaskan sehingga berayun.
3.      Menghitung dengan stopwatch waktu yang dibutuhkan untuk 50 ayunan (T50).
4.      Menghitung lengan bandul dengan menggunakan persamaan berikut :
      T = 2p (ℓ / g)1/2…………………………………… (2.8)
      Dimana T = periode (detik)
 = T50 / 50
ℓ = panjang lengan bandul (m)
g = percepatan gravitasi (m/det2)

UJI METALOGRAFI


6.1  Dasar Teori
Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan dalam suatu perancangan konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik suatu bahan di dapat dari hasil uji tarik (tensile test) yang dilaksanakan berdasarkan standar pengujian yang telah baku seperti ASTM, JIS, DIN dan yang lainnya.
Untuk melakukan pengujian tarik, dibuat spesimen dari material yang akan diuji terlebih dahulu sesuai standart yang digunakan. Bentuk spesimen sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5.1 sedangkan gambar 5.2 menunjukkan pengambilan spesimen untuk pengujian hasil pengelasan.
Pada pengujian tarik, spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan panjang ( ) akan tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik yang merupakan fungsi beban dan pertambahan atau lebih di kenal sebagai grafik P-  (gambar 5.3).


   





















Gambar 6.1 Spesimen uji tarik

 
 


























Gambar 6.2 Pengambilan spesimen untuk pengujian hasil pengelasan



Gambar 6.3 grafik P-  hasil pengujian tarik beberapa logam

Dari gambar 5.3 di atas tampak bahwa sampai titik p, perpanjangan sebanding dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik p disebut juga batas proporsional. Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas elastis di mana bila beban dihilangkan maka belum terjadi pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali ke panjang semula. Daerah di bawah titik e disebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya disebut daerah plastis.
Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni di mana logam mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berarti. Dengan kata lain titik yield merupakan keadaan di mana spesimen terdeformasi dengan beban minimum. Deformasi yang yang dimulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila beban dihilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang disebut deformasi plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ketiga titik p, e dan y sangat kecil maka untuk perhitungan teknik seringkali keberadaan ketiga titik tersebut cukup diwakili dengan titik y saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang ulet seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik y tampak sangat jelas. Namun pada umumnya penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode offset dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan maksimal. Titik y di dapat pada perpotongan garis tersebut dengan kurva P-  (gambar 5.4)



Gambar 6.4 Metode offset untuk menentukan titik yield

      Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum ditunjukkan dengan puncak kurva sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi masih homogen sepanjang spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking), selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen patah. Sedangkan pada material yang getas (brittle), spesimen akan patah setelah tercapai beban maksimum.


6.1.1 Grafik Tegangan-Regangan Teknik         

Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva  tersebut sebenarnya belum menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen saja. Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik  tersebut harus dikonversikan ke dalam tegangan-regangan teknik (grafik  ). Grafik  dibuat dengan asumsi luas penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh karena itu penggunaan grafik ini terbatas pada konstruksi yang mana deformasi permanen tidak diperbolehkan terjadi. Berdasarkan asumsi luas penampang konstan tersebut maka persamaan yang di gunakan adalah :

        = P/Ao ………………………………………………………………………..(5.1)
       …………………………………………………………….(5.2)
        di mana  tegangan teknik (kg/mm2)
                      P   = tegangan teknik (kg)
                      Ao  = luas penampang awal spesimen (mm2)
                       = regangan teknik (%)
                       = panjang awal spesimen (mm)
                        = panjang spesimen setelah patah (mm)
                       = pertambahan panjang (mm)
                            =  

Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva  ke dalam grafik  adalah sebagai berikut:
1.      Ubahlah kurva  menjadi grafik  dengan cara menambahkan sumbu tegak sebagai P dan sumbu mendatar sebagai .
2.      Tentukan skala beban (p) dan skala pertambahan panjang  pada grafik . Untuk menentukan skala beban bagilah beban maksimal yang didapat dari mesin dengan tinggi kurva maksimal, atau bagilah beban yield (bila ada) dengan tinggi yield pada kurva. Sedangkan untuk menentukan skala pertambahan panjang, bagilah panjang setelah patah dengan panjang pertambahan plastis pada kurva. Panjang pertambahan plastis adalah panjang pertambahan total dikurangi panjang pertambahan elastis (pertambahan panjang sampai titik p atau titik y). Dari perhitungan tersebut akan didapatkan data:
·         Skala beban (P)       1mm : ........... kN
·         Skala pertambahan panjang        1mm : ........... mm
3.      Ambillah 3 titik di daerah elastis, 3 titik di sekitar yield ( termasuk y), 3 titik di sekitar beban maksimal  (termasuk u) dan satu titik patah (f). Tentukan besar beban dan pertambahan panjang ke sepuluh titik tersebut berdasarkan skala yang telah dibuat di atas. Untuk membuat tampilan yang baik, terutama pada daerah elastis, tentukan terlebih dahulu kemiringan garis proporsional  dengan memakai persamaan Hooke di bawah ini:



    ....................................................................................................(5.3)
    di mana  = tegangan/ stress (kg/mm2, MPA,Psi)
                   = modulus elastisitas (kg/mm2,MPA,Psi)
                   ε  = regangan/strain (mm/mm, in/in)
    Dari persamaan 5.3 di dapatkan :
      
           =  ………………………………… ………………………..….(5.4)
4.      Konversikan kesepuluh beban (P) tersebut ke tegangan teknik  dengan menggunakan persamaan 5.1 dan konversikan pertambahan panjangnya  ke regangan teknik  dengan memakai persamaan 5.2.
5.      Buatlah grafik dengan sumbu mendatar  dan sumbu tegak  berdasarkan ke sepuluh titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (gambar 2.4) akan mirip dengan kurva , karena pada dasarnya grafik  dengan kurva  identik, hanya besaran sumbu-sumbunya yang berbeda.



Gambar 6.5 Grafik  hasil konversi dari grafik





6.1.2 Grafik Tegangan-Regangan sebenarnya
Grafik tegangan-regangan sebenarnya  dibuat dengan kondisi luas penampang yang terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini khususnya pada manufaktur di mana deformasi plastis yang terjadi menjadi perhatian untuk proses pembentukkan. Perbedaan paling menyolok grafik ini dengan dengan grafik  terletak pada keadaan kurva setelah titik u (beban ultimate). Pada grafik  setelah titik u, kurva akan turun sampai patah di titik f (frakture), sedangkan pada grafik  kurva akan terus naik sampai patah di titik f. Kenaikkan tersebut disebabkan tegangan yang terjadi diperhitungkan untuk luas penampang sebenarnya sehingga meskipun beban turun namun karena tingkat pengecilan penampang lebih besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar.
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan garfik  ke dalam grafik  adalah sebagai berikut:
  1. Ambil kembali kesepuluh titik pada grafik  yang merupakan konversi dari grafik . Karena pertambahan luas penampang baru di mulai setelah puncak kurva, maka nilai tegangan dan regangan sebenarnya dari ke delapan titik (titik 1-8) tersebut sama dengan nilai tegangan dan regangan teknik. Sedangkan nilai ke dua titik lainnya (titik 9 dan titik 10) yang berada setelah puncak kurva akan mengalami perubahan.
  2. Konversikan nilai tegangan dan regangan teknik ke dua titik tersebut menjadi tegangan dan regangan sebenarnya dengan menggunakan persamaan berikut:
       ....................................................................................................(5.5)
di mana As = Luas penampang sebenarnya. Untuk titik ke-10,  A10 adalah luas penampang setelah patah, sedangkan untuk titik ke-9, A9 nilainya antara A0 dengan A10.
3.      Buatlah grafik dengan sumbu mendatar  dan sumbu tegak  berdasarkan ke sepuluh titik acuan tersebut.




Gambar 6.6 Grafik Tegangan dan Regangan sebenarnya
6.1.3. Sifat Mekanik yang di dapat dari uji tarik
1. Tegangan Tarik yield   
………………….………………………………………………...(5.6)
     di mana  = tegangan yield (kg/mm2)
                Py = beban yield (kg)
2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate
      ………………….………………………………………………...(5.7)
     di mana  = tegangan ultimate (kg/mm2)
               pu = beban ultimate (kg)
3.  Regangan  
       .........................................................................................(5,8)
      di mana  = regangan (%).
                   = pertambahan panjang (mm)
                          = panjang awal spesimen (mm)
Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.




4.      Modulus Elastisitas (E)
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan kekakuan suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan semakin kakunya suatu material. Harga E ini di turunkan dari persamaan hukum Hooke sebagaimana telah di uraikan pada persamaan 5.3 dan 5.4.
Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material relatif terhadap yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan  pada garis proporsional. Semakin besar  , semakin kaku material tersebut.
5.      Reduksi Penampang/Reduction of Area (RA )
RA=[(A0-A)/A0]  100%
di mana  A= luas penampang setelah patah (mm2)
Reduksi penampang dapat juga di gunakan untuk menetukan keuletan material. Semakin tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.


6.2  Material
  1. Spesimen uji tarik plat.
  2. Spesimen uji tarik Beton nesser .
  3. Spesimen uji tarik Round Bar Reduce Section.
  4. Kertas milimeter

                                   
6.3  Peralatan
  1. Mesin uji tarik.
  2. Kikir.
  3. Jangka sorong.
  4. Ragum.
  5. Penitik.
  6. Palu.






6.4  Langkah Kerja
1. Menyiapkan Spesimen
·         Ambil spesimen dan jepit pada ragum.
·         Ambil kikir, dan kikir bekas machining pada spesimen yang memungkinkan menyebabkan salah ukur.
·         Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen..
2. Pembuatan gauge length
·         Ambil penitik dan tandai spesimen dengan dua titikan sejuh 50 mm. Posisikan gauge lenght tepat di tengah-tengah spesimen.
·         Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
3. Pengukuran dimensi
·         Ambil spesimen dan ukur dimensinya.
·         Catat jenis spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
·         Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Pengujian pada mesin uji tarik
·         Catat data mesin pada lembar kerja.
·         Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya.
·         Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
·         Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik.
·         Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
·         Amati dan catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan patah sebagaimana yang tampak pada monitor beban.
·         Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang yang patah
·         Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.