Beberapa peralatan pada otomotif
dan transmisi serta bagian-bagian pada kereta api, akan mengalami suatu beban
kejutan dalam operasinya. Maka dari itu ketahanan suatu material terhadap beban
mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material tersebut perlu
diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk
melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan,
temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Impact test bisa diartikan
sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam menerima beban
tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan
spesimen dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Mesin uji impact
Bandul yang mempunyai
ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi potensial
dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi yang diserap
oleh spesimen.
Gambar 2.2 Sketsa perhitungan energi impact teoritis
Besarnya energi impact (joule)
dapat dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan besarya energi impact
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Eo = W.ho……………………………………………………………………(2.1)
E1 = W.h1……………………………………………………………………(2.2)
∆E = Eo - E1
=
W (ho- h1)……………………………………………………………..(2.3)
dari gambar 4.2 didapatkan ho
= ℓ - ℓcos α
= ℓ (1 - cos α)………………....………(2.4)
h1 = ℓ - ℓcos β
= ℓ (1 - cos β)…………………...…….(2.5)
dengan subtitusi persamaan
4.4 dan 4.5 pada 4.3 di dapatkan :
∆E = W ℓ( cos β
- cos α )………………………………………………..…(2.6)
dimana Eo = Energi awal (J)
E1 = Energi akhir
(J)
W = Berat bandul (N)
ho =
Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
ℓ
= panjang lengan bandul (m)
α
= sudut awal (o)
β
= sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact
/impact strength (Is) maka energi impact tersebut harus
dibagi dengan luas penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Is = ∆E/A
= W ℓ( cos β - cos α )……………………………………………….…(2.7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth
memegang peranan yang amat berpengaruh terhadap kekuatan impact. Adanya
takikan pada kerja yang salah seperti diskotinuitas pada pengelasan, atau
korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration).
Adanya pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle (getas),
sehingga patah pada beban di bawah yield strength.
Ada tiga macam bentuk takikan pada pengujian impact
yakni takikan V, U dan key hole sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3
Jenis takikan pada spesimen uji impact
Fracture atau kepatahan pada
suatu material dapat digolongkan sebagai brittle (getas) atau ductile (ulet). Suatu material yang
mengalami kepatahan tanpa mengalami deformasi plastis dikatakan patah secara brittle.
Sedangkan apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan
mengalami ductile Fracture. Material yang mengalami brittle Fracture hanya
mampu menahan energi yang kecil saja sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan
permukaan kedua jenis patahan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4
Pola patahan pada penampang specimen uji impact
2.4
Metode Pengujian Impact
Metode pengujian impact
dibedakan menjadi 2 yaitu Metode Charpy dan Metode Izod
a) Metode Charpy
Pada metode sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 2.5 a spesimen diletakkan mendatar dan kedua ujung
spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak takikan (notch) tepat
ditengah dengan arah pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode ini
digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.
Gambar 2.5 Metode
pengujian charpy dan izod
b) Metode izod
Pada metode ini sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 2.5 b spesimen dijepit pada salah satu ujungnya dan
diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan takikan. Biasanya metode ini digunakan
di Negara Inggris.
2.5 Temperatur Transisi
Kemampuan suatu material untuk
menahan energi impact sangat dipengaruhi oleh temperatur kerja. Pengaruh
temperatur terhadap kekuatan impact setiap jenis material berbeda-beda. Baja
karbon merupakan salah satu contoh logam yang kekuatan impactnya turun drastis
bila berada pada temperatur yang sangat dingin (-49,90 C).
Sebaliknya aluminium adalah contoh logam yang masih mempunyai kekuatan impact
yang cukup tinggi pada temperatur yang sangat dingin tersebut.
Pada
umumnya kenaikan temperatur akan meningkatkan kekuatan impact logam,
sedangkan penurunan temperatur
akan menurunkan kekuatan impactnya. Diantara kedua kekuatan impact yang ekstrim
tersebut ada suatu titik temperatur yang merupakan transisi dari kedua titik
ekstrim tersebut yakni suatu temperatur yang menunjukkan perubahan sifat
material dari ductile menjadi brittle. Titik temperatur tersebut
disebut ‘temperatur transisi’ (gambar 2.6)
Gambar 2.6
Temperatur Transisi
Apabila temperatur operasi dari
suatu peralatan berada dibawah temperatur transisi dari material yang
digunakan, maka adanya crack pada material fracture akan
menyebabkan
kerusakan pada peralatan, sedangkan apabila temperatur operasi terendah masih
diatas temperatur transisi dari material, maka brittle fracture bukan
merupakan masalah.
2.6 Material
a. Spesimen uji impact
untuk temperatur panas (1 buah)
b. Spesimen uji impact untuk temperatur kamar
(1 buah)
c. Spesimen uji impact untuk temperatur dingin (1
buah).
2.7 Peralatan
1.
Mesin Uji Impact
2.
Cooling Chamber
3.
Thermo couple
4.
Kompor listrik dan panci
5.
Stopwatch
6.
Jangka sorong
7.
Amplas
8.
Stamping
9.
Tang
2.8 Langkah Kerja
A.
Menyiapkan Spesimen
1.
Amplas dari bekas-bekas machining pada
spesimen yang memungkinkan menyebabkan salah ukur dikikir.
2.
Langkah tersebut
untuk
seluruh spesimen.
B.
Kodifikasi
Stamping diambil dan tiap spesimen
ditandai dengan kode D,R,P
·
Digit menunjukkan temperature kerja :
D =
temperatur dingin (-49,9oC)
R =
temperatur ruangan (23,50C)
P = temperatur panas
(86,40C)
C.
Pengukuran Dimensi
·
1. specimen diambil dan diukur dimensinya.
·
2. kode spesimen dan data pengukurannya dicatat
pada lembar kerja.
·
3. Pengukuran
diulangi untuk semua spesimen.
D. Pengkondisian
Spesimen Pada Temperatur Kerja
a). Temperatur panas
1. Masukkan air ke dalam panci
dan letakkan panci diatas kompor listrik
yang
telah
dinyalakan .
2. Tunggu sampai air mendidih
dan masukkan spesimen berkode P ke
dalam panci dan tunggu ±5 menit.
3. Ukur temperatur air sesaat
sebelum spesimen diambil untuk diuji impact, kemudian dicatat pada lembar
kerja.
b).
Temperatur dingin (-49,90C)
1. Cooling Chamber dinyalakan
dan disetting pada temperatur – 49,90 C untuk percobaan dingin.
2. Menunggu sampai penunjuk
temperatur menunjukkan angka –49,90 C. spesimen yang berkode 1
dimasukkan ke dalam Cooling Chamber sampai ± 5 menit
3. Suhu dicatat pada lembar
kerja, temperatur sesaat sebelum spesimen diambil untuk diuji impact
c)
Temperatur kamar
Untuk temperatur kamar,
spesimen berkode R bisa langsung diuji.
E. Pengujian pada Mesin Uji Impact
1.
Data mesin dicatat pada
lembar kerja.
2.
Bandul ditempatkan pada
posisi awal untuk pengujian.
3.
Jarum penunjuk diatur pada
posisi 0.
4.
Spesimen diambil dan
diletakkan pada tempatnya secara tepat dan cepat, terutama untuk kondisi panas
dan dingin.
5.
Posisi tangan kanan pada pin
pengunci beban dan tangan kiri pada rem.
6.
Pin pengunci beban ditekan,
sehingga bandul meluncur menimpa spesimen.
7.
Rem ditekan ketika bandul
hendak mengayun untuk yang kedua kalinya.
8.
Mengamati dan mencatat
besarnya sudut dan besarnya energi yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk.
9. Langkah
tersebut diulangi untuk seluruh spesimen.
F. Menentukan Panjang Lengan Bandul
1.
Bandul diangkat sehingga membentuk sudut 100
dari garis tegak.
2.
Bandul dilepaskan sehingga berayun.
3.
Menghitung dengan stopwatch waktu yang
dibutuhkan untuk 50 ayunan (T50).
4.
Menghitung lengan bandul
dengan menggunakan persamaan berikut :
T = 2p
(ℓ / g)1/2…………………………………… (2.8)
Dimana T = periode (detik)
= T50 / 50
ℓ
= panjang lengan bandul (m)
g
= percepatan gravitasi (m/det2)
gan ane izin copas ya,
ReplyDelete